Kamis, 24 Mei 2012


TEORI GAGNE

Robert M. Gangne adalah seorang ahli psikologi pendidikan yang telah mengembangkan suatu pendekatan prilaku eklektik mengenai psikologi belajar. Dalam bab ini kita akan membahas hasil-hasil belajar yang dikemukakan oleh Gagne, serta kejadian-kejadian belajar dan kejadian-kejadian instruksi, dan hubungan antara kejadian-kejadian itu.
A. Hasil-hasil Belajar menurut Gagne
Gagne mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorig. Penampilan-penampilan yang diamati sebagai hasil-hasil dasar disebut kemampuan-kemampuan atau kapabeliti.
Menurut Gagne ada lima kemampuan-kemampuan, yaitu kemampuan pertama disebut kemempuan-kemampuan intelektual, karena keterampilan itu merupakan penampilan-penampilan yang ditunjukkan oleh siswa tentang operasi-operasi intelekual yang dapat dilakukannya.  Kemampuan kedua meliputi penggunaan strategi-strategi kognitif, nomor tiga, berhubungan dengan sikap atau memungkinkan sekumpulan sikap-sikap yang dapat ditunjukkan oleh prilaku yang mencerminkan pilihan tindakan terhadap kegiatan-kegiatan sains. Nomor empat dari hasil belajar gagne ialah informasi verbal, dan yang terakhir adalah keterampilan-keterampilan motorik,
1. Keterampilan Intelektual
Keterampilan-keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui pengguaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Belajar keterampilan inteektual telah dimulai sejak tingkat-tingkat pertama sekolah dasar dan dilanjutkan sesuai dengan perhatian dan kemampuan intelektual seseorang.
Belajar memprngaruhi perkembangan intelektual seseorang dengan cara yang disarankan oleh digram. Untuk memecahkan masalah siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi, yaitu aturan-aturan yang kompleksdemikian pula diperlukan aturan-aturan dan konsep-konsep terdifinisi. Untuk memperoleh aturan-aturan ini, siswa sudah harus belajar beberapa konsep konkrit, dan untuk belajar konsep-konsep konkrit ini, siswa harus menguasai deskriminasi-deskriminasi.
a. Deskriminasi-deskriminasi
deskriminasi merupakan suatu kemampuan untuk mengadakan respons-respons yang berbeda terhadap stimulus-stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih dimensi fisik
PEMECAHAN MASALAH
Melibatkan pembentukan
ATURAN-ATURAN TINGKAT TINGGI
Yang membutuhkan sebagai prasyaratan-prasyaratan
ATURAN-ATURAN
Dan
KONSEP-KONSEP TERDEFENISI
Yang memerlukan prasyaratan-prasyaratan
KONSEP-KONSEP KONKRIT
Yang memerlukan sebagai prasyaratan-prasyaratan
DISKRIMINASI-DISKRIMINASI
Tingkat-tingkat kompleksitas dalam keterampilan intelektual
b. Konsep-konsep konkrit
Menurut gagne, satu keteramilan intelektual ialah konsep konkrit, dan suatu konsep konktir menunjukkan suatu sifat objek atau atribut objek dimana bentuk, dll. Konsep ini disebut ”konkrit”, penampilan manusia yang dibutuhkan konsep-konsep ini adalah mengenal satu objek yang konkrit.
Contoh-contoh sifat konkrit adalah bulat, persegi, biru, merah, lurus, dll. Kita dapat mengatakan bahwa orang tertentu telah mempelajari suatu konsep konkrit, dengan meminta orang untuk menunjukkan dua atau lebih anggota-anggota yang termasuk kedalam kelas sifat objek sama; misalnya dengan menunjukkan pada suatu uang logam, suatu ban mobil, dan bulan purnama sebagai bulat. Operasi menunjuk dapat dilakukan dengan berbagai cara; dapat dengan memilih, melingkari; atau memegang.
c. Konsep terdefinisi
            Seseorang dikatakan telah belajar suatu konsep terdefinisi bila ia dapat mendemonstrasikan arti dari kelas tertentu tentang objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan. Misalnya, kita perhatikan konsep asam, suatu zat yang yang memerahkan kertas lakmus biru. Seorang siswa yang telah memelajari konsep itu,akan dapat memilih zat sesuai dengan definisi, dengan memperlihatkan jika dimasukkan kertas lakmus biru kedalam zat itu. Demonstrasi tentang arti, membedakan proses mental ini dari proses mental yang menyangkut mengingat informasi verbal, seperti “Asam adalah zat yang dapat memerahkan kertas lakmus biru.
d. Aturan-aturan
Seorang telah belajar suatu aturan, bila penampilannya mempunyai semacam keteraturan dalam berbagai situasi-situasi khusus, banyak contoh mengenai perilaku yang dikuasai oleh aturan. Sebagian besar dari perilaku manusa termasuk perilaku ini. Misalnya dalam membuat suatu kalimat “ibu mencium adik dengan penuh kasih sayang”, kata kerja mencium ditempatkan sesudah kata ibu, tidak sebelumnya. Demikian pula kata-kata yang lain dalam kalimat itu sudah mengikuti suatu aturan dalam bahas kita. Dengan aturan yang telah kita pelajari ini, kita dapat menyusun kalimat-kalimat lain dengan menyusun struktur yang sama.
Setelah kita mengenal apakah aturan itu, ddapat kita menerima bahwa suatu konsep terdefinisi seperti yang telah dijelaskan terdahulu, pernyataannya tidak berbeda dengan suatu aturan, dan dipelajari dengan cara yang sama. Dengan lain perkataan, suatu konsep terdefinisi meruakan suatu bentuk khusus dari aturanyang bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek dan kejadian-kejadian; konsep terdefinisi adalah suatu aturan pengklasifikasian.
e. Aturan-aturan tingkat tinggi
Ada kalanya aturan-aturan yang kita pelajari merupakan gabungan yang kompleks tentang aturan-aturan yang lebih sederhana. Lagi pula, kerap kali aturan-aturan yang kompleks atau aturan-aturan tinkat tinggi ini ditemukan untu memecahkan masalah praktis atau sekelompok masalah. Kemampuan untuk memecahkan suatu masalah pada dasarnya, merupakan tujuan utama proses pendidikan. Bila para siswa memecahkan suatu masalah mewakili kejadian-kejadian nyata, para siswa juga mencapai suatu kemampuan baru. Mereka telah belajar sesuatu yang dapat digeneralisasikan pada masalah-masalah lain yang mempunyai ciri-ciri formal yang mirip. Ini berarti, mereka telah memperoleh suatu aturan baru atau mungkin juga suatu set baru tentang aturan-atauran.
Aturan-aturan memegang peranan penting dalam pemecahan masalah. Tidak mungkin bagi siswa untuk memperoleh semua aturan yang diperlukan bagi setiap situasi, konsep-konsep dan aturan-aturan harus disintesis menjadi bentuk-bentuk kompleks yang baru agar siswa dapat menghadapi situasi-situasi masalah yang baru. Pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya dan tidak sebagai keterampilan genetik. Kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah matematika tidak secara otomatis pindah ke pemecahan masalah-masalah mekanik suatu mobil.
2. Strategi-Strategi Kognitif
Suatu macam keterampilan intelektual khusus mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir ialah strategi kognitif. Dalam teori belajar modern, suaatu strategi kokginitif merupakan suatu proses kontrol, yaitu proses internal yang digunakan siswa (orang yang belajar) untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan, perhatian, belajar, mengingat dan berpikir. Beberapa tulisan Bruner dalam memecahkan masalah.
Berbagai macam strategi kognitif
a. Strategi-stratei mengaafal (rehearsal strategies)
Dengan pertolongan strategi ini, para siswa melakukan latihan mereka sendiri tentang materi yang dipelajari. Dalam bentuk yang paling sederhana, latihan itu berupa mengulang-ngulang nama-nama dalam suatu urutan misalnya, nama pahlawa-pahlawan, tahun-tahun, pecahnya perang Dunia. Dalam empelajari tugas-tugas yang lebih kompleks, misalnya mempelajari gagasan-gagasan yang penting, menghaafal dapat dilakukan dengan menggaris bawahi gaagasan-gagasan penting itu,  atau dengan menyalin bagian-bagian teks.
b. Strategi-strategi elaborasi
Dalam menggunakan teknik elaborasi, siswa mengasosiasikan hal-hal yang akan ddipelajari dengan bahan-bahan lain yang tersedia. Bila diterapkan pada belajar dari teks prosa missalnya, kegiatan elaborasi merupakan pembuatan paraprase, pemuatan rngkasan, pembuatan catatan, dan perumusan pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban-jawaban.
c. Strategi-strategi pengaturan (organizing strategi)
Penyusunan materi yang akan dipelajari kedalamm ssuatu kerangka, merupakan teknik dasar dari strategi-strategi ini. Sekumpulan kata yang harus diingat diatur oleh siswa menjadi kategori-kategori yang bermakna. Hubungan-hubungan antara fakta-fakta disusun menjadi tabel-tabel , memungkinkan penggunaan pertolongan penyusunan ruang.
d. Strategi metakognitif
Menurut Brown, strategi-strategi metakognitif meliputi kemampuan-kemampuan siswa untukk menentukan tujuan-tujuan belajar, memperkirakan keberhasialan pencapaian tujuan-tujuan itu.
e. Strategi-strategi Afektif
Teknik-teknik ini digunakan para siswa untuk meemusatkan dan mempertahankan perhatian, untuk mengendalikan kemarahan, dan menggunakan waktu secara efektif
3. Invormasi Verbal
Informasi verbal juga disebut pengetahuan verbal;menurut teori, pengeetahuan ini disimpan seebagai jaringan proposisi-proposisi (Anderson.1985; E.D Gagne, 1985). Nama lain untuk pengetahuan verbal ialah pengetahuan deklaratif.
4. Sikap-Sikap
Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari, dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian, atau mkluk-mahkluk hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain. Karena itu, gagne juga memperhatikan bagaimana siswa-siswa memperoleh sikap-sikap sosial ini.
Suatu sikap mempengaruhi sekumpulan besar perilaku-perilaku khusus seseorang, oleh karena itu ada beberapa prinsi-prinsip belajar umum yang dapat diterapkan untuk memperoleh dan mengubah sikap-sikap keterampilan—keterampilan motorik tidak dapat membahas yang mendalam dalam buku ini.
5. Keterampilan-keterampilan motorik
Keterampilan-keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan-kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan-kegiatan motorik yang digabung dengan keterampilan intelektual, misalnya bila membaca, menulis atau dalam pelajaran sains bagaimana menggunakan berbagai macam alat, seperti mikroskop, berbagai alat-alat listrik dalam pelajaran fisika, dan biuret, alat destilasi dalam pelajaran kimia.

B. Kejadian-Kejadian Belajar
Bertitik tolak dari model belajarnya, yaitu model pemrosesan informasi, Ggne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajarr. Fasa-fasa itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa(yang belajar) atau guru.

1. Fasa motifasi
Siswa (yang belajar harus diberi motifasi untuk belajar dengan harapan, bahwa belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa informasi akan memenuhi keingintahu mereka tentang suatu pokok bahasan, akan berguna bagi mereka, atau dapat menolong mereka untuk memperoleh angka yang lebih baik.
2. Fasa pengenalan
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial dri suatu kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi, misalnya siswa memperhatikan asek-aspek yang relevan tentang apa yang dikatakan guru, atau tentang gagasan-gagasan utama buku teks.
3. Fasa perolehan
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk menerima pelajaran. Sudah dikemukakan sebelumnya, bahwa informasi tidak langsuung disimpan dalam memori. Informasi-informasi tersebut diubah kedalam bentuk yang bermakna yang diubungkan dengan infomasi yang telah ada dalam memori siswa.
4. Fasa retensi
Informasi baru harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi mellalui pengulangan kembali (rehearsal), praktek, elaborasi, dan lain-lainnya.
5. Fasa pemanggilan (recall)
Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori jangka anjang. Jadi, bagian penting dalam belajar adalah untuk belajar memperoleh hubungan apa yang telah kita pelajari, untuk memanggil informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
6. Fase generalisasi
Biasanya ini kurang nilainya, jika tidak dapat diterapkan diluar konteks dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi, atau transfer informasi pada
situasi-situasi baru merupakan fasa kritis dalam belajar.
C. Kejadian-Kejadian Instruksi
Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian belajar, Gagne menyarankan kejadian-kejadian instruksi. Menurut Gagne, bukan hanya guru yang dapat memberikan instruksi. Mengajar dapat kita pandang sebagai usaha mengontrol kondosi eksternal. Kondisi eksternal merupakan satu bagian dari proses belajar, namun termasuk tugas guru dalam mengajar.
Menurutnya mengajar terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu yang dikenal dengan ” Kejadian-Kejadian instruksi ” yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Mengaktifkan motivasi (activating motivation)
Langkah pertama dalam suatu pelajaran adalah memotivasi para siswa untuk belajar.Kerap kali ini dilakukan dengan membangkitkan perhatian mereka dalam isi pelajaran, dan dengan mengemukakan kegunaannya.
2. Memberi tahu tujuan-tujuan belajar
Kejadian instruksi kedua ini sangat erat hubungannya dengan kejadian instruksi pertama. Sebagian dari mengaktifkan motivasi para siswa adalah dengan memberi tahu mereka tentang mengapa mereka belajar apa yang mereka pelajari, dan apa yang akan mereka pelajari. Memberi tahu para siswa tentang tujuan-tujuan belajar juga menolong memusatkan perhatian para siswa terhadap aspek-aspek yang relevan tentang pelajaran.
3. Mengarahkan perhatian
Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian. Yang satu berfungsi untuk membuat siswa saiap menerima stimulus-stimulus.
Bentuk kedua dari perhatian disebut persepsi selektif . Dengan cara ini,siswa memilih informasi yang mana yang akan diteruskan ke memori jangka-pendek. Dalam mengajar, seleksi stimulus-stimulus relevan yang akan dipelajari dapat ditolong guru dengan cara mengeraskan ucapan suatu kata selama mengajar, atau menggaris-bawahi suatu kata atau beberapa kata dalam suatu kalimat, atau dengan menunjukkan sesuatu yang harus diperhatikan para siswa.
4. Merangsang ingatan tentang pelajaran yang telah lampau
Guru dapat berusaha dalam menolong siswa-siswa dalam mengingat atau mengeluarkan pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka-panjang itu. Cara menolong ini dialakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada para siswa, yang merupakan suatu cara pengulangan.
5. Menyediakan bimbingan belajar
Untuk memperlancar masuknya informasi ke memori jangka-panjang, diperlukan bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi. Untuk mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan cara mengaitkan informasi baru itu pada pengalaman siswa. Dalam belajar konsep dapat diberikan contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh.
6. Melancari Retensi
Retensi atau bertahannya materi yang dipelajari (tidak dilupakan) dapat diusahakan oleh guru dan para siswa itu sendiri dengan cara banyak kali mengulangi pelajaran itu. Cara lain adalah dengan memberi banyak contoh-contoh. Dapat pula diusahakan dengan menggunakan “jembatan keledai. Dengan cara ini, materi pelajaran disusun demikian rupa hingga mudah diingat.
7. Membantu transfer belajar
Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari pada situasi baru. Ini berarti, bahwa apa yang telah dipelajari itu dibuat umum sifatnya. Melalui tugas pemecahan masalah dan diskusi kelompok guru dapat membantu transfer belajar. Untuk dapat melaksakan ini para siswa diharapkan telah menguasai fakta-fakta, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan.
8. Memperlihatkan penampilan dan memberikan umpan balik
Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara, agar guru dan siswa itu sendiri mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Untuk itu, guru sebaiknya tidak menunggu hingga seluruh pelajaran selesai. Sebaiknya guru memberikan kesempatan sedini mungkin kepada siswa untuk memperlihatkan hasil belajar mereka, agar dapat diberi umpan balik, sehingga pelajaran akan berjalan dengan lancar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar